[ad_1]
Jakarta, Wartavisi Indonesia – Emas adalah salah satu instrumen investasi yang populer di tengah masyarakat. Menurut para pakar investasi, emas memainkan peran yang “berbeda” dalam portofolio jika dibandingkan dengan saham atau obligasi.
Melansir dari Wartavisi Make It, emas adalah cara yang tepat untuk melakukan diversifikasi bagi sebagian investor karena cenderung bergerak “ke arah yang berbeda” dibandingkan investasi tradisional.
Meskipun harganya berada pada titik tertinggi sepanjang masa, emas masih banyak dipantau oleh para pengamat pasar. Meskipun skenario ekonomi saat ini dinilai baik untuk saham, kepala strategi investasi global di Ned Davis Research, Tim Hayes mengatakan bahwa emas lebih bullish.
Namun, laporan ini menyarankan agar Anda jangan menjadikan emas sebagai “landasan utama” portofolio investasi. Bahkan, investor, miliarder sekaligus CEO Berkshire Hathaway, Warren Buffett disebut menghindari emas karena suatu alasan.
Foto: Logam Mulia Antam. (Wartavisi Indonesia/Tri Susilo)
Alasan mengapa investor jangka panjang paling terkenal di dunia tidak mengandalkan emas sebagai investasi utama adalah karena emas dinilai sebagai aset yang tidak menghasilkan apapun meskipun disimpan di rekening pialang atau di brankas.
Dalam suratnya kepada pemegang saham pada 2011, Buffett menyatakan bahwa dengan harga perolehan seluruh emas dunia, seorang investor dapat membeli seluruh lahan pertanian di Amerika Serikat (AS) dengan sisa uang yang cukup untuk membeli ExxonMobil sebanyak 16 kali lipat.
“Kembalilah satu abad kemudian dan salah satu opsi tersebut akan menghasilkan hasil panen yang berlimpah dan keuntungan yang besar. Yang lainnya masih berupa emas dalam jumlah besar,” tulis Buffet, dikutip Selasa (2/4/2024).
Mengapa Harga Emas Bisa Terus Naik?
Investor yang berbeda menyebutkan alasan untuk memiliki emas. Pertama, emas memiliki reputasi untuk mempertahankan atau meningkatkan nilainya selama periode inflasi, meskipun rekam jejaknya buruk.
Namun pada sisi lain, emas dinilai sebagai penyimpanan nilai jika uang kertas mengalami devaluasi secara signifikan. Hal ini juga secara umum diperkirakan bakal bertahan di pasar yang disebut “risk off”, yakni ketika investor cenderung “melarikan diri” dari aset-aset yang lebih berisiko, seperti saham, ke aset-aset yang dianggap “safe-haven”, termasuk emas dan obligasi.
Hal ini menunjukkan bahwa investor cenderung mengambil lebih banyak emas menjelang dan selama resesi serta pasar bearish.
Menurut salah satu manajer portofolio di Fidelity Strategic Real Return Fund, Ford O’Neill, hal ini membuat tren naik emas dalam beberapa waktu ini menjadi sedikit aneh.
“Ini sama sekali bukan [risiko di luar pasar] sejak Oktober tahun lalu,” kata O’Neill.
“Saya berpendapat bahwa kita sedang mengalami apa yang saya sebut sebagai ‘reli segalanya’, yaitu saat beberapa aset sudah menunjukkan kinerja yang cukup baik,” imbuhnya.
Menurut O’Neill, pada dasarnya kinerja emas baik karena investor menaikkan harga hampir semua hal, mulai dari saham, obligasi, hingga mata uang kripto.
Sementara itu menurut Hayes, selain kenaikan harga emas, melemahnya dolar AS dan penurunan suku bunga obligasi telah mendorong harga emas akhir-akhir ini.
“Pada suku bunga yang lebih rendah, obligasi dan rekening tunai “memiliki keunggulan kompetitif yang lebih kecil” dibandingkan emas,” kata Hayes.
Prospek emas disebut semakin cerah seiring dengan proyeksi Federal Reserve untuk mulai memotong suku bunga tahun ini. Semakin rendah tingkat suku bunga, semakin rendah pula biaya peluang bagi investor untuk memegang emas.
“Kami terus bersikap bullish terhadap emas,” kata Hayes.
Mau Investasi Emas? Perhatikan Hal Ini
Jika Anda ingin membeli emas sebagai portofolio investasi tambahan, pastikan Anda membeli emas ETF yang melacak harga barang berwarna kuning.
Dengan melakukan hal ini, Anda dapat melacak kinerja emas relatif terhadap portofolio Anda yang lain dan menghindari Anda untuk mengeluarkan banyak uang demi memiliki emas fisik.
Selama 15 tahun terakhir, ETF yang melacak harga spot emas telah menghasilkan keuntungan tahunan sebesar 5,5 persen dibandingkan dengan keuntungan 15,3 persen di S&P 500.
Mengenai inflasi, rekor harga emas beragam. Meskipun inflasi stabil sejak 1988, emas telah menghasilkan keuntungan negatif dalam 18 tahun kalender, termasuk pada 2021 dan 2022 alias periode dengan inflasi yang sangat tinggi.
Beberapa investor diklaim gemar menahan alokasi emas dalam jumlah kecil karena memberikan ketenangan pikiran ketika aset lain mengalami penurunan.
“Ketika segala sesuatunya mengalami penurunan, emas adalah satu-satunya hal yang kemungkinan besar akan berjalan dengan baik,” ujar penulis “The Four Pillars of Investing,”, William Bernstein.
“Asuransi rumah juga memiliki keuntungan yang tinggi ketika terjadi kebakaran,” imbuhnya.
Namun dalam jangka panjang, Anda lebih baik memiliki aset yang akan “tumbuh” dan memberikan keuntungan pada tingkat bunga yang berlipat ganda.
“Benar, emas memiliki beberapa kegunaan industri dan dekoratif. Namun, permintaan untuk tujuan ini terbatas dan tidak mampu menyerap produksi baru,” tulis Buffett pada 2011.
“Sementara itu, jika Anda memiliki satu ons emas untuk selamanya, Anda akan tetap memiliki satu ons emas pada akhirnya,” lanjutnya.
[Gambas:Video Wartavisi]
Artikel Selanjutnya
Tak Nyangka! Dulu Rp10 Bisa Beli Emas 5 Gram, Kalau Sekarang?
(rns/rns)