Cerita Pejabat Belanda Sebut Tradisi Lebaran Orang RI Ajang Pemborosan

[ad_1]

Jakarta, Wartavisi Indonesia – Bagi warga Indonesia lebaran adalah hari istimewa. Banyak dari mereka merayakannya dengan membeli baju baru, memasak masakan dalam skala besar, membagikan uang, dan sebagainya. Sejarah mencatat kebiasaan ini bukan hanya terjadi pada masa kini saja, tetapi sudah sejak ratusan tahun lalu.

Dalam kesaksian Snouck Hurgronje di Aceh pada 1906, misalkan, warganya lebih memilih belanja baru dibanding daging ketika lebaran. Bahkan, pasar penjualan baju
dan barang sejenis di akhir masa puasa jauh lebih dipadati warga dibanding penjualan daging atau hewan.

Hal ini bisa terjadi, kata Snouck dalam Aceh di Mata Kolonialis (1906), karena setiap orang ingin berbaju baru pada hari raya. Pasalnya, dalam budaya Aceh, kasih sayang atau penghargaan suami ke anak atau istri diukur dari barang belanja dari pasar, mulai dari daging hingga baju baru.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Selain itu di Batavia juga terjadi hal serupa. Pada 1904, Snouck juga menulis saat lebaran terdapat banyak pesta yang disertai hidangan makanan khas lebaran, silaturahmi ke kerabat, pembelian pakaian baru, dan hiburan.

Bahkan, Snouck juga mencatat, pembelian pakaian baru, petasan, dan makanan bisa memakan uang lebih banyak dibanding hari biasanya. Hal ini bisa terjadi karena warga menganggap lebaran sebagai hari yang istimewa.

Pada titik ini, tradisi lebaran dianggap oleh pemerintah kolonial sebagai pemborosan. Dua pejabat kolonial Stienmetz dan De Wolff mengaku keberatan atas tradisi lebaran oleh warga Muslim Indonesia. Banyak pegawai pribumi yang mengadakan pesta lebaran secara besar, tetapi modalnya dari meminam uang.

Selain itu, terkadang perayaan lebaran juga digelar oleh bupati di kantor pemerintah yang memakai kas negara. Pemakaian kas negara tentu saja membuat kas menjadi boncos. Atas dasar ini, keduanya mengajukan larangan perayaan lebaran dengan mengacu pada aturan kolonial yang melarang penggunaan kas negara untuk kegiatan tidak penting.

Meski begitu, Snouck Hurgronje tak setuju atas pelarangan tersebut.

“Tidak ada alasan tepat untuk mengadakan imbauan agar membatasi perayaan lebaran. […] Bahkan, dengan cara itu pun (pelarangan) belum tentu orang akan dapat lebih membangkitkan hasrat berhemat,” kata pria yang menjabat sebagai penasehat agama Islam tersebut, dikutip dari Nasihat-Nasihat Snouck Hurgronje Jilid IV (1991).

Selain itu, Snouck juga menyebut perayaan lebaran sudah menjadi kebiasaan umat Muslim di Indonesia, jadi tak perlu ada pelarangan karena dikhawatirkan bisa membuat repot. Pada akhirnya, pernyataan Snouck itu terbukti: lebaran dan berbagai kebiasaan yang mengikuti, termasuk beli baju baru, tetap berlangsung hingga sekarang.

[Gambas:Video Wartavisi]


Artikel Selanjutnya


Cara Elegan Menjawab Pertanyaan Kapan Nikah Saat Mudik Lebaran

(mfa/mfa)

More From Author

10 Artis Terkaya di Dunia, Taylor Swift Masuk Daftar?

Saatnya Buka Puasa Bagi Warga DKI Jakarta dan Sekitarnya