Sri Mulyani Bilang Suku Bunga Tinggi Bak Penyedot Debu

Estimated read time 2 min read

[ad_1]

Jakarta, Wartavisi Indonesia – Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan kondisi perekonomian dunia sedang tidak baik-baik saja. Hal itu ditunjukkan dengan suku bunga tinggi yang banyak diterapkan negara maju.

Dia mengatakan suku bunga tinggi dalam periode yang panjang atau higher for longer itu telah menyedot modal dari negara maju. Dia mengibaratkan suku bunga itu seperti penyedot debu atau vacuum cleaner.

“Suku bunga di negara maju itu seperti vacuum cleaner yang menyedot,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Nasional Kementerian ATR/BPN, dikutip Jumat, (8/3/2024).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Dia mengatakan Indonesia juga sempat terdampak oleh kebijakan suku bunga tinggi tersebut. Dampak tersebut, kata dia, paling dirasakan pada periode Agustus hingga Oktober 2023. Dia bilang terjadi dana keluar atau capital outflow yang cukup besar. Menurut dia, larinya dana asing dalam jumlah besar itu sempat menekan perekonomian RI.

“Ini yang menyebabkan kita akan terus berhati-hati, saat ini Indonesia sudah mengalami capital inflow, baik mereka beli saham atau surat berharga negara,” tuturnya.

Sri Mulyani membeberkan kebijakan suku bunga tinggi di negara maju ini dipicu oleh efek panjang pandemi covid-19 pada perekonomian dan perang. Dia menjelaskan perang telah memicu kenaikan harga pangan dan energi. Kenaikan tersebut memicu inflasi tinggi di banyak negara maju.

Dia menyebutkan inflasi di negara Eropa yang biasanya 0% kini justru naik. Begitupun di Jepang yang biasanya mengalami inflasi rendah bahkan deflasi, kini harus berhadapan dengan inflasi yang tinggi.

“Dengan adanya kombinasi kenaikan harga pangan dan energi dan disrupsi rantai pasok, inflasi terjadi di berbagai negara maju,” kata dia.

Dia mengatakan kenaikan harga-harga itu direspons dengan kenaikan suku bunga oleh bank sentral negara-negara maju. Kenaikannya, kata dia, tidak kecil, tapi hingga 500 basis poin dan dalam periode yang cukup lama. Kondisi yang kerap disebut higher for longer itu berimbas kepada negara berkembang seperti Indonesia.

“Modal cenderung keluar, karena suku bunga seperti menyedot kapital itu dari negara berkembang dan emerging, ini yang menyebabkan negara berkembang mengalami tekanan mata uang dan banyak yang kondisi fiskalnya tidak sehat,” kata dia.

[Gambas:Video Wartavisi]


Artikel Selanjutnya


Sri Mulyani Ungkap Kondisi AS, China & Eropa Bikin Susah RI

(haa/haa)